Dulu dibantai sekarang menjadi pelestari penyu masyarakat disisi selatan Labuan Bajo pemerintah tutup mata dan telinga


Ilustrasi


Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Masyarakat Kampung Bangko, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan sebelumnya memburu dan mengambil telur penyu untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan dipasar. Mereka memilih berhenti dari kebiasaan tersebut dan mulai melestarikan penyu dengan membantu penetasan telur lewat penangkaran semi alami milik Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu.

Kebiasan mengambil, mengonsumsi dan memperjualbelikan telur penyu terjadi karena masyarakat belum menyadari dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan "eksploitasi" tersebut. Selain itu lantaran masyarakat belum mengetahui status dari satwa purbakala tersebut. Menurut Badan Konservasi Dunia (IUCN), nyaris semua penyu laut masuk dalam daftar merah (terancam punah, red).  Catatan WWF menyebutkan rusaknya habitat dan tempat penyu bertelur, pencurian telur hingga perdagangan ilegal produk penyu, menjadi tantangan terberat konservasi penyu. Dulu Diburu, Kini Warga Pesisir Selatan Manggarai Barat Pilih Lestarikan Penyu.

Pada tahun 2015 (awal), pihak Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melalui LSM Yayasan Komodo Lestari (Yakines) melakukan kegiatan pengenalan ke masyarakat tentang  wilayah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu tentang habitat yang ada pada kawasan tersebut. Hingga terbentuklah sebuah kelompok masyarakat untuk menjadi mitra TNP Laut Sawu pada setiap wilayah.

Laut Sawu terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia  dan perbatasan dengan wilayah pesisir barat Timor Leste. Menurut data Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPNP) lebih dari 65% sumber daya ikan di provinsi  Nusa Tenggara Timur (NTT) disumbang dari perairan laut Sawu. 

Kabupaten Manggarai Barat sebagian wilayahnya yaitu wilayah Kecamatan Lembor Selatan masuk dalam TNP. Laut Sawu dan salah satunya Desa Nanga Bere. Sejak 2017 silam, masyarakat membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang terdiri dari 15 orang pada 3 (tiga) anak kampung. Sejak terbentuk, Pokmaswas Bangko Bersatu giat melakukan kegiatan sebagai mitra TNP. Laut Sawu seperti kegiatan menanam mangruve dan kegiatan pelestarian (konservasi) penyu.

Kelompok masyarakat tersebut melakukan kegiatan pengawasan dan menyelamatkan telur disekitar pantai untuk dipindahkan pada tempat yang aman yang kemudian disebut penangkaran. Penangkaran tersebut merupakan lokasi yang telah dibuatakan pengaman untuk menghindari telur dimangsa oleh predator. Pengaman terlur tersebut terbuat dari bambu yang berserakan dipantai. Hal tersebut dilakukan lantaran kolompok tersebut bekerja secara sukarela tanpa ada pihak yang membantu.

Ketua kelompok Abdul Karim pada musim penyu bertelur giat melakukan monitoring dipantai untuk menyelamatkan telur dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Hingga kini, masih ada masyarakat yang "nakal" mengambil telur untuk dikonsumsi secara sembunyi. Selain manusia nakal tersebut, hal lain yang menjadi tantangan kelompok tersebut adalah predator seperti Anjing dan biawak yang berkeliaran dipantai memangsa telur penyu.

Selain anggota kelompok, sebagian masyarakat mulai berpartisipasi aktif mendukung kegiatan tersebut, seperti ketika menemukan sarang penyu kemudian dilaporkan pada anggota kelompok untuk diselamatkan kepenangkaran.

Telur yang berhasil diselamatkan selanjutnya dipindahkan kepangkaran untuk kembali ditanam, membutuhkan waktu 45 hingga 65 hari telur tersebut menetas menjadi tukik mungil kemudian dilepasliarkan ke laut. Sejauh ini sebanyak 1.134 Tukik telah dilepaslirakan ke laut. Pelepasan tukik juga bisa dimaknai sebagai simbol bahwa kemerdekaan ini milik semua mahluk hidup. Tidak terkecuali tukik, ia perlu mendapatkan kemerdekaan ke alam yang luas hingga menjadi penyu, dan terus berkembang. Hewan ini akan dikenal oleh anak cucu kita.

Sejauh ini persentase keberhasilan penetasan penyu di konservasinya mencapai 60 hingga 100% dari setiap sarang yang ditanam.  Berbagai faktor yang menjadi kendala keberhasilan kegiatan konservasi tersebut seperti kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam melakukan kegiatan. Selama ini anggota kelompok bekerja secara otodidak dan kendala lainnya seperti kurangnya fasilitas pendukung kegiatan.

Sejak tahun 2021 (akhir) sebuah kelompok anak muda membentuk kelompok untuk mendukung kegiatan pelestarian ini. Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) kelompok tersebut disebut. Kelompok ini hadir mendukung keberadaan kelompok pelestari Penyu yang aktif berkegiatan sejak 2017 silam. Bentuk dukungan yang dilakukan yaitu menghadirkan fasilitas pendukung kegiatan yaitu pusat pelestarian penyu yang terdiri dari rumah perlindung, bak pembesaran, tempat peneluran. Fasilitas pendukung tersebut berasal dari dana CSR Pertamina Foundation.Selain mendukung dalam bentuk fasilitas kelompok anak muda ini giat melakukan kampanye baik dimedia sosial juga ke masyarakat sekitar secara langsung.

Kegiatan kedua kelompok ini mendapat respon baik dari masyarakat sekitar, hal itu terlihat dari partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan mulai dari monitoring hingga pelepasan tukik. Selain kedua kelompok diatas belakangan (beberapa bulan yang lalu, red) sebuah kelompok masyarakat dikampung Nanga Tangga mulai melakukan kegiatan yang sama. Kelompok ini sejak 2017 silam terbentuk bersamaan dengan Pokmaswas Bangko Bersatu namun belum maksimal dalam kegiatan. Namun kini mulai aktif ikut mengkampanyekan kegiatan pelestarian dan monitoring penyu sepanjang pantai kampung tersebut.

Pelepasan Tukik 

Kelompok ini berharap kegiatan mereka menjadi perhatian dari semua pihak untuk sama-sama bergerak demi kemaslahatan bersma dimasa yang akan datang  “saya berharap, apabila ada pihak yang menemukan pendaratan penyu bisa menghubungi saya dan tim yang tergabung dalam kelompok telurnya jangan diambil untuk dikonsumsi,” ucap ketua kelompok masyarakat pengawas Bpk. Abdul Karim.

Untuk diketahui penyu sangat berpengaruh untuk menjaga rantai makanan di laut. Menyelamatkan penyu, secara tidak langsung membatasi adanya ubur-ubur yang di laut. Ubur-ubur memakan bibit ikan. Dengan banyaknya penyu yang hidup berdampak pada melimpahnya hasil tangkapan nelayan. Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia saat ini. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, telah memasukkan semua jenis penyu tersebut berstatus dilindungi. Artinya, segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati, maupun bagian tubuhnya, dilarang.

Penyu berperan sebagai penyeimbang ekosistem di laut. Ketika mengarungi lautan dengan jarak tempuh yang amat jauh, penyu menyebar nutrisi melalui kotorannya. Kotoran inilah yang menjadi pupuk atau makanan untuk hewan dan tumbuhan laut lainnya. Selain itu beberapa jenis penyu memakan terumbu karang yang tidak sehat. Terumbu karang ini pun akan menjadi sehat kembali sehingga bisa tumbuh menjadi habitat oleh ikan-ikan.

Ketiga kelompok ini berkomitmen untuk mewujudkan Desa Nanga Bere sebagai salah satu daerah percontohan untuk proses pelestarian penyu di Indonesia. Sejauh ini kegiatan tersebut belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah. Kelompok pelestari ini mengharapkan dukungan dan perhatian pemerintah dalam kegiatan mereka seperti peningkatan SDM dan bantuan untuk operasional. 

Kegiatan pelestarian ini telah berlangsung lama namun perhatian pemerintah tidak kunjung ada, padahal kegiatan ini sangat penting untuk menyelamatkan penyu dari kepunahan juga melihat manfaat yang ditimbulkan jika terdapat banyak penyu dilautan kita (Bang Dil_ketua IPPK).

Untuk diketahui Sejak 2009, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Laut Sawu sebagai salah satu Taman Nasional Perairan. putusan formal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Rublik Indonesia No. KEP.38/MEN/2009, tanggal 8 Mei 2009. TNP laut Sawu memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke selatan memanjang 250 km dengan luas 3.5 juta hektar (terluas di Indonesia). Karena TNP Laut Sawu merupakan habitat penting bagi Lumba-lumba, Dugong, Ikan Pari Manta, dan Penyu.




Komentar

Anonim mengatakan…
Salam semangat buat Kae Dil, juga buat POKMASWAS Bangko Bersatu. Sungguh suatu keberhasilan dari sang Local Champion ketika suatu kebiasan buruk dan merugikan, menjadi sesuatu yang dianggap penting dan di konservasi..
Congratulations Abang Dil, kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan mengedukasi secara berkala memang menjadi point penting dalam merubah kebiasaan dan orientasi buruk dari masyarakat tentang Eksploitasi penyu.
Salam konservasi 🥰
Bang DiL mengatakan…
Terima kasih, harapannya masyarakat sekitar bisa mengadopsi kegiatan seperti ini juga sehingga dikemudian hari kita bisa merasakan dampak dari kegiatan kita hari ini.

Postingan Populer