Toleransi antar umat beragama di Flores bagian barat
Proses penyerahan bantuan ke pihak masjid |
Rangabalignisarbersuara.blogspot.com Di tengah hiruk pikuk politik identitas dan narasi kebencian yang marak belakangan, kehidupan di sebuah pedesaan di pelosok Nusa Tenggara Timur tidak terusik. Di kampung ini Muslim dan Kristen hidup berdampingan begitu dekat. Saat para pemeluk agama di banyak tempat mempermasalahkan keberadaan rumah ibadah umat agama lain serta melarang simbol dan kunjungan ke komunitas agama lain, masyarakat dengan keyakinan berbeda di kampung ini biasa saja melakukan gotong royong dalam pembangunan gereja dan masjid. Gotong royong menjadi sebuah tradisi tanpa memandang tempat, orang ataupun keyakinannya.
Kerukunan umat beragama adalah kondisi dimana antar umat beragama dapat saling menerima, saling menghormati keyakinan masing-masing, saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ke-Indonesiaa, kerukunan beragama berarti kebersamaan antara umat beragama dengan pemerintah dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hubungan persaudaraan Islam-Nasrani di desa yang berada disisi selatan Ibukota Manggarai Barat ini mencerminkan kehidupan yang seharusnya terjadi juga dalam kehdupan masyarakat pada daerah lain. Saling membantu tanpa perlu memandang suku, status sosial maupun keyakinan yang dimilki. Wujud tolerasi yang dipertontonkan sangat beragam. Satu contoh toleransi antar umat beragama yag dilakukan oleh salah satu Guru pendidikan agama Kristen untuk sala satu masid.
Masjid Abdulah Madjib Baafdullah, Kampung Bangko, Desa Nanga Bere, Kabupaten Manggarai Barat, menerima bantuan berupa Amplifier dari salah seorang Guru Pendidikan Agama Kristen.
Penyerahan bantuan digelar di masjid setempat yang dilakukan secara simbolis, Jumad (25/03/2022), sekaligus dilakukan pemasangan Amplifier oleh pengurus dan para jemaah masjid tersebut.
Pemberian bantuan berupa Amplifier ini menjadi kado untuk umat muslim yang sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan. Sebelumnya Amplifier masjid Abdulah Madjib Baafdullah kampung Bangko rusak. Beberapa minggu umat muslim melaksanakan ibadah tanpa pengeras suara. Melihat hal itu Guru Pendidikan Agama Kristen ini tersentuh dan berniat membantu dengan mencari donatur. Seminggu kemudian mimpi untuk memiliki Amplifier terwujud.
Aloysius Narto Mat (pemberi bantuan) merupakan Guru Pendidikan Agama Kristen di SMPN 06 Lembor Selatan. Beliau merupakan tenaga pendidik dari Kecamtan Kuwus yang telah mendedikasikan hidupnya selama kurang lebih dua (2) tahun untuk dunia pendidikan di Desa Nanga Bere.
Kerukunan antara umat seperti ini sangat melekat dalam kehidupan masyarakat terutama yang hidup dipelosok. Hal ini lantaran daerah pelosok jarang tersentuh dengan narasi kebencian dan hiruk pikuk politik identitas yang marak belakangan terjadi.
“Ini merupakan kado terindah untuk kami umat muslim yang sebentar lagi akan melaksanakan ibadah puasa” ujar salah satu jemaah seusai proses penyerahan. Pengeras suara menjadi salah satu hal penting dalam pelaksanaan ibadah (penanda waktu shalat dan pelaksanaan puasa).
Kegiatan ini menjadi contoh toleransi antar umat beragama yang patut ditiru oleh disetiap wilayah untuk mencegah terjadinya perpecahan. Sejak dulu Nusa Tenggara Timur dinilai sebagai provinsi yang memiliki teladan baik soal kerukunan umat beragama.
Kehidupan beragama yang baik, rukun, damai, dan tanpa gejolak sosial dianggap sebagai cerminan dari pengamalan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bahkan Kota Kupang yang merupakan Ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur pernah meraih Penghargaan Kota Toleran Indonesia pada tahun 2020. Ini prestasi kemanusiaan yang membanggakan di tengah carut marut wajah bangsa yang terluka oleh berbagai perilaku intoleran.
Mari terus pupuk dan pertahankan rasa saling mengasihi tanpa memandang suku, status sosial dan Agama, karena perbedaan adalah anugerah.
Komentar