Salah satu sosok dibalik kesuksesan pelestarian penyu di Desa Nanga Bere
Ketua Pokmaswas Bangko Bersatu |
Rangabalignisarbersuara.blogspot.com Desa Nanga Bere merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Lembor Selatan. Bagian selatan wilayah desa tersebut merupakan Kawasan konservasi Perairan Nasional atau dikenal dengan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu selain itu beberapa wilayahnya terbentang kilometer pantai yang asri dan pagari oleh pepohonan yang rindang. Berada di 107 km dari Labuan Bajo membuatnya tak dikenal banyak orang seperti daerah lain. Akses ke lokasi ini masih menggunakan kapal laut atau oto Kol hal itu dikarenakan Infrastruktur jalan belum beraspal.
Di balik ketidakpopuleran tersebut, siapa sangka pantai-pantainya menjadi salah satu lokasi persinggahan penyu untuk bertelur. Setiap tahunnya belasan hingga puluhan sarang telur ditemukan disekitar pantai. Sejak dikenal sebagai daerah pendaratan penyu untuk bertelur, masyarakat mempunyai kebiasaan mengambil telur dan daging penyu untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan secara bebas. Hal tersebut terjadi karena masyarakat belum menyadari dampak negatif dan status biota laut tersebut.
Penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi karena keberadaannya terancam punah karena salah satu alasannya dikarenakan aktivitas manusia. Perlindungan didasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa, baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Hayati serta Ekosistemnya.
Namun kegiatan eksploitasi itu berubah seiring berjalannya waktu, sejak tahun 2017 kegiatan eksploitasi mulai dihentikan karena kehadiran kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) ditiga anak kampung dalam wilayah tersebut. Bahkan kini dilokasi yang sama secara swadaya sedang mengusahakan kegiatan pelestarian (perlindung, red) penyu lewat penangkaran semi alami. Jenis penyu tang sering melakukan pendaratan yaitu Penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu Pipih (Natator depressus).
Pembentukan kelompok ini merupakan salah satu langkah masyarakat dalam mendukung keberadaan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut sawu. Kelompok ini dibentuk atas kesadaran masyarakat Desa Nanga Bere tentang lingkungan dan diperkuat dengan penggalian draft Nempung Cama Riang Tacik yang membahas tentang isu-isu lingkungan lainnya yang memberi dampak baik untuk keberlanjutan lingkungan.
Abdul Karim merupakan ketua kelompok masyarakat yqng sejak 2017 mendedikasikan sebagain waktunya untuk kegiatan pelestarian penyu bersama kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu. Ia merupakan ketua dari Pokmaswas Bangko Bersatu yang beranggotakan 15 orang. Awal mula ia tertarik dalam kegiatan pelestarian ini sejak beliau pernah mengikuti kegiatan pelatihan di salah satu hotel di kota Kupang. Ia bersama beberapa masyarakat Lembor Selatan ikut dalam kegiatan tersebut. Ia mendapat inspirasi dari salah satu peserta yang datang dari salah satu Kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang sejak lama melakukan kegiatan pelestarian penyu dan menceritakan bagaimana mereka berkegiatan hingga menjadi salah satu daerah kegiatan pelestarian penyu.
Salah satu pesan yang terus beliau ingat yaitu "jagalah penyu karena ini merupakan salah satu satwa yang memberi pengaruh baik untuk laut. Satu satunya, penyu akan menyedot limbah pabrik yang mencemari laut kita. Kita persiapan hal itu sebelum daerah kita berkembang menjadi daerah perkotaan" kata Abdul Karim disela bincang bersama anggota kelompok dalam salah satu sesi diskusi kelompok.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa daerah tersebut melakukan praktik eksploitasi penyu. Lalu ia merasakan berkurangnya penyu akibat banyaknya telur-telur penyu yang dijual bahkan di konsumsi oleh masyarakat pesisir. Bahkan tak jarang ketika menemukan induk penyu yang sedang bertelur, masyarakat menangkapnya (maraknya tahun 90an-2000an). Menurut informasi masyarakat setempat, pada tahun 1980an-2000an awal habitat penyu di pantai wilayah tersebut masih terlihat bebas dan berkeliaran ditepian pesisir pantai.
Ia pun mengakui dulunya juga turut melakukan praktik konsumsi telur dan daging penyu. Namun, setelah timbul kesadaran ia dan anggota kelompok mencoba menetaskan telur yang ditemukan dan ternyata berhasil. Telur yang menetas tersebut merupakan telur yang dipindahkan dari hasil monitoring ke penangkaran semi alami yang diberi pengaman dari bambu dan kayu yang berserakan dipantai.
"Saya dulu juga mengambil telur dan menyembelih penyu untuk dikonsumsi sendiri, karena memang sejak generasi sebelumnya itu seperti menjadi tradisi dan karena ketidaktahuan kami akan dampak yang ditimbulkan. Lalu saat saya sadar dan mulai kami tangkarkan telur yang kami temukan dipantai. Salah satu jenis yang hingga kini tidak pernah muncul yaitu penyu Belimbing atau dalam bahasa lokalnya Momba" ujarnya.
Karena adanya eksploitasi, populasi penyu berkurang bahkan ada jenis yang tidak ditemukan lagi mendarat seperti Momba (penyu Belimbing) hal itu terjadi kurang pemahaman masyarakat soal penyu, bahwa hewan tersebut dilindungi dan hampir punah.
Pelestarian Penyu di Pantai Kampung Bangko, Desa Nanga Bere, KecamatanLembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat tetap berjalan meski tak ada bantuan anggaran untuk pengelolaan baik dari pihak terkait ataupun pihak pemerintah.
Meskipun menjalani pelestariannya sebagai "relawan", tidak membuatnya patah semangat dan terus belajar secara otodidak berbagai hal seputar penyu. Kendati mengaku tak mendapat keuntungan finansial dari pelestarian penyu bahkan harus mengeluarkan biaya pribadi, ia percaya karma baik akan kembali ke manusia jika telah menolong makhluk hidup.
"Alam juga menjadi lestari, terumbu karang terlindungi dan ikan-ikan jadi tentu makin banyak. Inilah simbiosis dari sebuah konservasi. Tidak terpaku pada materi semata," tambahnya lagi.
Barulah pada tahun 2021, kelompok yang dinahkodai Abdul mendapat dukungan dari kelompok masyarakat (orang muda) berupa bangunan penangkaran permanen guna mendukung kegiatan pelestarian ini. Kehadiran kelompok orang muda ini memberi sinyal baik untuk keberlanjutan kegiatan ini. Selain membangun sarana pendukung kelompok muda ini ikut terlibat dalam kegiatan monitoring hingga pelepasan tukik ke laut.
Keterlibatan beberapa orang muda (anak muda, red) dalam kegiatan pelestarian penyu di Desa Nanga Bere memberi warna baru. Mereka menamakan diri dengan sebutan Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) yang berdiri sejak 2021 yang lalu. Kehadiran kelompok muda ini didasari kenyataan bahwa mempunyai pemikiran yang sama bahwa saatnya kegiatan eksploitasi penyu mesti dihentikan dan membantu kelompok ini (Pokmaswas Bangko Bersatu) mengkampanyekan kegiatan secara luas dengan memanfaatkan media sosial.
Selian menghadirkan beberapa fasilitas, mengkampanyekan kegiatan ini kepada masyarakat luas juga terus berkoordinasi dengan pihak terkait agar kegiatan ini bisa didukung. Ippk terus berupaya mencari dukungan dana untuk melengkapi sarana dan prasarana dari berbagai pihak yang memungkinkan untuk bisa membantu kegiatan ini. Seperti fasilitas yang telah dibangun berasal dari dana CSR Pertamina Foundation. Beberapa sarana pendukung juga mulai dihadirkan oleh pihak Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang lewat kantor wilayah kerja Manggarai.
"Kepedulian kami tentang kegiatan ini berlangsung sejak lama, mulai dari kami terlibat dalam kegiatan maupun mengkampanyekan kegiatan pelestarian ini lewat media sosial dan menyuarakan ke instansi-instansi terkait agar kegiatan ini mendapat perhatian" kata Bang Dil yang merupakan ketua Ippk.
Gaet Mahasiswa dan orang muda
Bicara kegiatan sosial seperti ini tidak mesti harus harus dengan latar belakang yang sama, persamaan tujuan adalah modal utama. Sehingga siapa saja bisa mengambil peran dan ikut terlibat dalam kegiatan ini dari berbagai latar belakang pendidikan maupun usia. Ini bicara soal persamaan perspektif.
"Mayoritas memang dari kalangan mahasiswa jurusan pariwisata, tetapi bicara Konservasi bisa dipelajari siapa saja termasuk teman-teman muda dari berbagai wilayah" lanjut Bang Dil
Sejak terbentuk kelompok muda ini beberapa mahasiswa sudah berkunjung ke pusat pelestarian dikampung Bangko yang dikenal dengan sebutan Beo Lejong Penyu (Kampung/tempat persinggahan penyu). Ada yang ikut terlibat dalam kegiatan monitoring, pemindahan telur hingga pelepasan tukik.
Selain itu kegiatan edukasi tentang penyu kepada masyarakat, orang muda juga dilakukan kepada anak sekolah. Mereka mesti diperkenalkan sejak dini soal kegiatan seperti ini sehingga bisa mengubah pola pikir mereka dalam berbuat untuk alam ditahap selanjutnya. Kegiatan edukasi dilakukan dengan metode yang menyenangkan agar anak-anak paham. "Kita membuat kegiatan lomba mewarnai untuk anak-anak sekolah seputar dunia penyu sembari diselipkan edukasi/pengetahuan tentang penyu. Sejauh ini, dua kali kita melakukan kegiatan partisipasi anak sekolah sangat besar, besar harapan ini terus dilanjutkan kedepan. Mereka adalah pelaku konservasi dimasa depan" tambah Bang Dil.
Sejauh ini respon dari masyarakat sangat baik dengan kegiatan ini, terlihat dari partisipasi aktif masyarakat terutama orang muda dalam kegiatan monitoring atau ketika menemukan telur dilaporkan ke kelompok untuk diamankan ke penangkaran semi alami hingga kegiatan pelepasan Tukik.
Menjadi catatan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat memang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran. Tidak semua masyarakat langsung menerima dan memahami tujuan kegiatan sehingga diperlukan pendekatan yang intens dan berkelanjutan.
"Lebih lanjut bahwa, anak muda punya kewajiban untuk membantu memberi solusi dan menghadirkan perubahan di masyarakat dengan metode masing-masing. Dan jika tidak "mampu" mempunyai memberi solusi setidaknya tidak memberi dampak negatif lewat propaganda yang mempengaruhi pola pikir masyarakat. Memberi perubahan pada kampung halaman tidak harus menjadi sesuatu dulu, tapi lewat kegiatan seperti ini adalah langkah-langkah menjemput perubahan" kata Bang Dil.
Komentar