Beo Lejong Penyu memanfaatkan media sosial Facebook sebagai media promosi

Tukik yang dilepasliarkan
Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Kak Dil posting penyu terus ew (dialek Manggarai)? Itulah kalimat yang belakangan sering orang utarakan (dibaca: sampaikan)ke saya baik secara langsung (tatap muka) atau lewat media sosial (whatsApp atau chat lewat messenger) disela obrolan. Itu lahir terlepas mereka melihat kenyataannya atau hanya basa-basi karena mendengar dari orang lain.

Terkadang saya menyikapi kalimat itu dengan guyonan atau dengan cara serius (muka serius). Btw, itu muka serius yang dimaksud yaitu sap muka, mau serius atau sedang bercanda hampir sama saja, susah dibedakan. Dari sononya memang 😃. 

Jawaban saya: tha' daripada posting yang tidak berguna. Kalau umurnya se-level saya biasa menambahkan kalimat "daripada kraeng tha' posting soal cinta terus saja tidak ada hasil masih jalan sendiri juga". Itu jawaban yang juga sering saya sampaikan ke mereka. Entahlah, jawaban itu bisa membuat mereka berpikir atau malah membuat mereka makin penasaran dengan saya punya aktivitas. 

Memang pada kenyataannya itulah yang terjadi, dibeberapa tahun belakangan hampir setiap hari saya mengisi beranda Facebook saya (Bang Dil) dengan cerita tentang bagiamana kegiatan kami di Beo LeJong Penyu (nama tempat pelestarian penyu yang sedang kami kembangkan). 

Kembali keawal dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya gampang saja. Tidak suka? Silakan tinggalkan. Tapi karena ini pertanyaan saya akan coba ceritakan disini, dengan harapan bahwa mereka yang bertanya tersebut membaca tulisan ini.

Saya mau menceritakan awal mulanya. Sejak 2017 silam saya memulai kegiatan itu. Dari mulai ikut terlibat dalam proses monitoring (pengawasan) pendaratan penyu di sepanjang pantai dimalam dan pagi hari, pemindahan telur, hingga pelepasan tukik ke laut. Awalnya saya hanya terlibat dalam proses itu saja. Dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ini tidak begitu terasa baik dikelompok (tim pelaksana) ataupun masyarakat umum. Hal itu dikarenakan keterbatasan informasi apalagi dengan banyak orang yang "tidak mau tau" dengan hal itu. 

Ditahun 2018 saya mulai menggunakan metode baru yaitu pelan-pelan memperkenalkan kegiatan ini lewat beranda Facebook saya. Mulai belajar menulis, menceritakan kegiatan ini ke teman-teman dimedia sosial. Waktu itu belum begitu aktif karena masa itu awal saya masuk dunia kampus, sehingga waktu saya terbagi dan lebih fokus dikuliah. Sewaktu-waktu saja saat saya pulang kampung (berlibur). 

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2019 saya terus memberikan informasi bahkan mulai pelan-pelan mengedukasi masyarakat sekitar tentang kegiatan ini. Coba memperkenalkan kepada instansi dan orang-orang yang menurut saya bisa memberikan pengaruh (dibaca: memberi dampak baik/positif) untuk keberlanjutan kegiatan ini. Mulai menandai (tag) orang yang berpengaruh dimedia sosial agar kiranya itu bisa membantu saya memperkenalkan kegiatan ini. Terkadang saya juga dapat teguran dari orang lain, hal itu saya sadari karena saya tanpa meminta izin. Tapi itu saya lewati, saya berpikir itu mungkin bagian dari proses ini. 

Karena saya melihatnya begini. Jika masyarakat saja mulai paham dan ada niat kearah yang baik kenapa kita tidak dukung? Kita bisa terlibat dengan cara/metode yang kita punya. Gunakan pengetahuan dan pengalaman yang kita punya untuk bisa memberi pengaruh/manfaat buat orang lain entah itu dampaknya kecil apalagi kalau besar. 

Bakalan panjang ini. Semoga tidak bosan dengan cerita yang tidak jelas ini. Selanjutnya dari hasil postingan saya ini pelan-pelan orang mulai mengetahui seputar lokasi (dibaca: tempat) kegiatan tersebut. Tidak hanya kenal kegiatannya tapi tau lokasi (nama wilayahnya). Biasanya kalimatnya "oh ternyata Nisar atau Nanga Bere itu di Lembor Selatan ya"? Sambungnya "Kirain dipulau karena harus naik perahu". Nah itukan mulai ada manfaat atau dampak yang ditimbulkan. Karena sejujurnya orang belum begitu kenal dengan Nanga Bere (sebagian mengenalnya dengan sebutan Nisar). Hal itu terjadi karena ada ceritanya juga. Kalau saya tulis juga itu disini, bakalan panjang ceritanya. 

Nah ditiga tahun belakangan karena kegiatan dari Pokmaswas Bangko Bersatu yang mulai dibantu oleh beberapa masyarakat sekitar dan saya juga terlibat aktif makanya saya seiring publikasi. Hal baik datang, beberapa rekan media mulai melirik dan membantu memperkenalkan bahkan merilis beberapa tulisan saya tentang kegiatan ini ke media mereka. Seperti kata orang bahwa "ketika niatnya baik, pasti ada jalan". Hal itu saya alami diakhir tahun 2021 kami mengikuti kompetisi skala Nasional yang diselenggarakan oleh Pertamina Foundation (PFmuda 2021). 

PFmuda (dana CSR) ini diperuntukan kepada kelompok masyarakat yang mempunyai ide kreatif yang dituangkan lewat proposal untuk mengatasi beberapa isu seperti isu sosial dan lingkungan. Proposal yang masuk akan diseleksi oleh panitia dan mencari ide terbaik. Alhasil dari ribuan proposal yang masuk yang dibuat oleh seluruh komponen masyarakat Indonesia proposal kami (bicara soal penyu/isu lingkungan) mendapat posisi kedua terbaik. Nah hanya bicara isu itu saja (tentang penyu) kita berada diposisi itu. Padahal selama kegiatan ini mungkin teman-teman belum sadar ternyata dapat membawa Kami pada posisi itu. Orang luar saja begitu apresiasi dengan kegiatan ini. 

Sambung, sehingga dari proposal ini beberapa fasilitas pendukung kegiatan telah kami sediakan. Fasilitas yang saya maksudkan bisa dilihat di beranda Facebook saya. Itulah awal (fondasi) untuk saya terus memperkenalkan program pelestarian penyu ini ke masyarakat luas lewat beranda Facebook atau blog saya. 

Tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah itu beberapa instansi terkait mulai melirik dan pelan-pelan mendekat. Hal itu lahir yang salah satu alasannya adalah karena saya memperkenalkan kegiatan itu. Artinya apa, ada dampak baik yang ditimbulkan dari apa yang telah saya lakukan (memang belum seberapa sih). 

Jadi itulah cerita singkat untuk menjawab yang mungkin menjadi pertanyaan dari teman-teman soal saya kenapa terus menerus publikasi tentang kegiatan pelestarian penyu dikampung Bangko, Desa Nanga Bere. 

Terakhir, karena saya yakin dan percaya bahwa ini akan menjadi "sesuatu" nantinya jika waktunya tiba. Sebagai orang muda saya punya kewajiban untuk membantu/berkontribusi sebisa saya. Jika teman-teman punya metode lain silahkan dan jangan "mem-persoalkan" apa yang saya lakukan. 

Pesan utamanya mari gunakan media sosial agar bisa memberi manfaat, jika belum bisa untuk orang lain ya minimal untuk diri sendiri ya dan jangan bosan untuk melihat perkembangan kegiatan kami.

Fyi, sejauh ini ±3500 ekor tukik telah kami lepas liar kelaut Sawu (TNP. Laut Sawu). Selain Pokmaswas Bangko Bersatu ada kelompok anak muda yang terlibat aktif dalam kegiatan ini yaitu Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) yang kebetulan saya sendiri sebagai ketuanya. 

Komentar

Postingan Populer