Semarak menyambut HKAN dan HUT RI Tahun 2022 IPPK membuat beberapa agenda kegiatan hingga pelepasan 422 ekor Tukik ke laut
Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Tepat di tanggal 17 Agustus 1945 atau di 77 tahun yang lalu, para pendiri bangsa ini mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa bersejarah yang tidak akan pernah dilupakan dan akan selalu diteruskan ke anak, cucu, cicit generasi bangsa. Dalam rangka memperingati hari bersejarah tersebut selain upacara bendera, berbagai kegiatan seru lain dilakukan sebagai bentuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.
Dalam rangka menyambut hari besar Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) dan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia pada Tahun 2022 kelompok masyarakat pegiat pelestarian penyu di Desa Nanga Bere menyelenggarakan kegiatan dalam rangka semarak hari kemerdekaan dengan berbagai kegiatan lomba dan pelepasliaran tukik.
Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) yang berkolaborasi dengan Pokmaswas Bangko Bersatu, Pokmaswas Tekaka Indah dan Kampus Politeknik Elbajo Commodus yang di dukungan oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Desa Nanga Bere menggelar kegiatan semarak peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-77 dengan berbagai kegiatan pada Rabu, 17 Agustus 2022 di Kampung Bangko dengan beberapa kegiatan yang menarik dan edukatif.
Berbagai kegiatan digelar diantaranya Lomba menggambar dan mewarnai untuk anak sekolah (SD dan SMP) seputar penyu, Lomba makan kerupuk, Lomba Tarik Tambang untuk orang tua, Penanaman Mangrove, bersih pantai dan puncaknya kegiatan Pelepasan 422 ekor Tukik dipantai Kampung Bangko. Lomba-lomba yang dipilih adalah permainan yang memiliki nilai-nilai edukatif, kreatif, mandiri, dan gotong royong. Lomba dikemas santai dan menyenangkan dengan harapan dapat memberi rasa semangat dalam menyambut hari kemerdekaan.
Kegiatan semarak Hari Ulang Tahun Kemerdekaan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar masyarakat Kampung Bangko terlibat dalam kegiatan ini juga dari masyarakat Kampung tetangga seperti dari Kampung Weko dan Kampung Wae Raja. Masyarakat memadati lokasi kegiatan dari pagi (pukul 10.00) hingga sore (pukul 17.00). Kegiatan berjalan lancar hingga akhir.
Untuk diketahui pada tahun 2022 ini Tema HKAN adalah Amertha Taksu Abhinaya yang berarti "memulihkan alam untuk masyarakat sejahtera". Lokasi peringatan HKAN 2022, untuk tahun ini diselenggarakan di Karangsewu, Taman Nasional Bali Barat (puncak kegiatan 30 Agustus - 1 September 2022). Konservasi alam merupakan hal penting untuk menjaga kelesratian lingkungan dan hewan dari kepunahan. Pentingnya hal ini sendiri, akhinya dibuatlah Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN).
HKAN adalah Hari Konservasi Alam Nasional yang merupakan salah satu hari peringatan lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2009 oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia yang keenam. Akan tetapi, konservasi alam indonesia punya sejarah lebih panjang. Dilansir dari catatan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, konservasi alam wilayah Indonesia sudah dirintis sejak masa Hindia-Belanda. Tepatnya, pada 1937, saat Gubernur Jenderal Hindia Timur meresmikan sebuah unit konservasi alam pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Hari Konservasi Alam Nasional memiliki tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya konservasi alam bagi kesejahteraan masyarakat. HKAN juga memiliki tujuan untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelamatkan ekosistem alam. Hari peringatan ini dikoordinir langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Kegiatan pelepasan Tukik kali ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya masyarakat Desa Nanga Bere akan pentingnya melestarikan lingkungan, menjaga biota dilindungi dan fungsi kawasan konservasi. Selain itu untuk mengkampanyekan pentingnya konservasi alam bagi kesejahteraan masyarakat disamping untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat berperan aktif dalam menyelamatkan ekosistem alam.
Desa Nanga Bere merupakan salah satu desa yang saat ini mengusahakan kegiatan pelestarian penyu khususnya di Kampung Bangko sejak 2017 silam. Hal tersebut dilakukan lantaran sejak dulu pesisir pantai kampung tersebut dikenal sebagai salah satu pantai yang kerap disinggahi penyu untuk bertelur. Namun masyarakat mempunyai kebiasaan mengambil telur dan daging penyu untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan dipasar secara bebas. Hal itu didasari karena ketidaktahuan masyarakat akan dampak negatif dan status biota tersebut.
Namun kebiasaan itu mulai hilang seiring berjalannya waktu dengan kehadiran kelompok masyarakat untuk mendukung keberadaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu. Salah satu kelompok yang mendedikasikan waktunya untuk kegiatan pelestarian penyu di Desa Nanga Bere khususnya kampung Bangko yaitu Pokmaswas Bangko Bersatu yang diketahui oleh Abdul Karim.
Kelompok masyarakat tersebut melakukan kegiatan pengawasan dan menyelamatkan telur disekitar pantai untuk dipindahkan pada tempat yang aman yang kemudian disebut penangkaran semi alami. Penangkaran tersebut merupakan lokasi yang telah dibuatakan pengaman untuk menghindari telur dimangsa oleh predator. Pengaman terlur tersebut terbuat dari bambu yang berserakan dipantai. Hal tersebut dilakukan lantaran kolompok tersebut bekerja secara sukarela tanpa ada pihak yang membantu.
Ketua kelompok Abdul Karim dan beberapa anggota pada musim penyu bertelur giat melakukan monitoring dipantai untuk menyelamatkan telur dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Hingga kini, masih ada masyarakat yang "nakal" mengambil telur untuk dikonsumsi secara sembunyi. Selain manusia nakal tersebut, hal lain yang menjadi tantangan kelompok tersebut adalah predator seperti Anjing dan biawak yang berkeliaran dipantai memangsa telur penyu.
Kelompok ini berharap kegiatan mereka menjadi perhatian dari semua pihak untuk sama-sama bergerak demi kemaslahatan bersma dimasa yang akan datang “saya berharap, apabila ada pihak yang menemukan pendaratan penyu bisa menghubungi saya dan tim yang tergabung dalam kelompok telurnya jangan diambil untuk dikonsumsi,” ucap ketua kelompok masyarakat pengawas Bpk. Abdul Karim.
Selain anggota kelompok, sebagian masyarakat mulai berpartisipasi aktif mendukung kegiatan tersebut, seperti ketika menemukan sarang penyu kemudian dilaporkan pada anggota kelompok untuk diselamatkan kepenangkaran.Telur yang berhasil diselamatkan selanjutnya dipindahkan kepangkaran untuk kembali ditanam, membutuhkan waktu 45 hingga 65 hari telur tersebut menetas menjadi tukik mungil kemudian dilepasliarkan ke laut.
Kegiatan kelompok masyarakat ini mendapat perhatian dari beberapa anak muda untuk bergerak melakukan hal yang sama. Sejak tahun 2021 (akhir) lahirlah kelompok Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) yang diketahui oleh Fadil Mubaraq. Kelompok ini hadir mendukung keberadaan kelompok pelestari Penyu yang aktif berkegiatan sejak 2017 silam serta membantu mengkampanyekan kegiatanini secara luas ke masyarakat. Selain itu IPPK menghadirkan fasilitas pendukung kegiatan yaitu pusat pelestarian penyu yang terdiri dari rumah perlindung, bak pembesaran, tempat peneluran. Fasilitas pendukung tersebut berasal dari dana CSR Pertamina Foundation.
Kegiatan kedua kelompok ini mendapat respon baik dari masyarakat sekitar, hal itu terlihat dari partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan mulai dari monitoring hingga pelepasan tukik. Selain kedua kelompok diatas belakangan (beberapa bulan yang lalu, red) sebuah kelompok masyarakat dikampung Nanga Tangga mulai melakukan kegiatan yang sama. Kelompok ini sejak 2017 silam terbentuk bersamaan dengan Pokmaswas Bangko Bersatu namun belum maksimal dalam kegiatan. Namun kini mulai aktif ikut mengkampanyekan kegiatan pelestarian dan monitoring penyu sepanjang pantai kampung tersebut.
Untuk diketahui penyu sangat berpengaruh untuk menjaga rantai makanan di laut. Menyelamatkan penyu, secara tidak langsung membatasi adanya ubur-ubur yang di laut. Ubur-ubur memakan bibit ikan. Dengan banyaknya penyu yang hidup berdampak pada melimpahnya hasil tangkapan nelayan.
Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia saat ini. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, telah memasukkan semua jenis penyu tersebut berstatus dilindungi. Artinya, segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati, maupun bagian tubuhnya, dilarang.
Penyu berperan sebagai penyeimbang ekosistem di laut. Ketika mengarungi lautan dengan jarak tempuh yang amat jauh, penyu menyebar nutrisi melalui kotorannya. Kotoran inilah yang menjadi pupuk atau makanan untuk hewan dan tumbuhan laut lainnya. Selain itu beberapa jenis penyu memakan terumbu karang yang tidak sehat. Terumbu karang ini pun akan menjadi sehat kembali sehingga bisa tumbuh menjadi habitat oleh ikan-ikan.
Ketiga kelompok ini berkomitmen untuk mewujudkan Desa Nanga Bere sebagai salah satu daerah percontohan untuk proses pelestarian penyu di Indonesia. Sejauh ini kegiatan tersebut belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah. Kelompok pelestari ini mengharapkan dukungan dan perhatian pemerintah dalam kegiatan mereka seperti peningkatan SDM dan bantuan untuk operasional.
Untuk diketahui Sejak 2009, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Laut Sawu sebagai salah satu Taman Nasional Perairan. putusan formal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Rublik Indonesia KEPMEN NO 5 Tahun 2014.TNP laut Sawu memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke selatan memanjang 250 km dengan luas 3.5 juta hektar (terluas di Indonesia). Karena TNP Laut Sawu merupakan habitat penting bagi Lumba-lumba, Dugong, Ikan Pari Manta, dan Penyu.
Sejauh ini sebanyak 1.557 ekor Tukik telah dilepaslirakan ke laut. Pelepasan tukik juga bisa dimaknai sebagai simbol bahwa kemerdekaan ini milik semua mahluk hidup. Tidak terkecuali tukik, ia perlu mendapatkan kemerdekaan ke alam yang luas hingga menjadi penyu, dan terus berkembang. Hewan ini akan dikenal oleh anak cucu kita.
Sejauh ini persentase keberhasilan penetasan penyu yang dilakukan oleh masyarakat pegiat pelestarian penyu mencapai 60 hingga 100% dari setiap sarang yang ditanam. Berbagai faktor yang menjadi kendala keberhasilan kegiatan konservasi tersebut seperti kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam melakukan kegiatan. Selama ini anggota kelompok bekerja secara swadaya dan otodidak dan kendala lainnya seperti kurangnya fasilitas pendukung kegiatan.
Komentar