Pahlawan konservasi Penyu Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan tanpa perhatian Pemda Manggarai Barat
Belum banyak orang yang tahu tentang Nisar, Desa Nanga Bere Kec Lembor selatan yang dikabarkan ternyata menyimpan cerita soal tentang kegiatan konservasi penyu. Maklum saja, pantai ini relatif sepi bahkan belum disentuh pengunjung dari luar dan masih alami jika dibandingkan dengan pantai berpasir hitam lainnya di pesisir selatan Lembor atau dikenal Lembor selatan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan ekosistemnya, pengertian Konservasi ialah Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang penggunaannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap dan meningkatkan kualitas kekayaan dan cara.
Di zaman yang serba konsumtif sekarang sudah sangat jarang ditemui penggiat konservasi yang mengabdi atas dasar panggilan jiwa. Penggiat konservasi banyaknya diinisiasi oleh pemerintah dan LSM, sudah jarang kita temukan kelompok yang bergerak atas inisiasi sendiri tanpa mengandalkan LSM dan Pemda.
Dari kondisi tersebut, terdapat kelompok penggiat konservasi di Pesisir selatan atau lebih dikenal pantai selatan yang mulai menekuni aktifitas konservasinya dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Berawal dari kegiatan masyarakat pesisir yang mencari kemudian menjual dan mengkonsumsi telur penyu membuat kelompok tersebut gencar melakukan kegiatan monitoring atau pengawasan diseputar pantai.
Sarang telur penyu yang ditemukan kemudian diambil telurnya untuk selanjutnya dipindahkan pada lokasinya yang mereka sebut tempat penangkaran penyu yang terkesan sederhana yaitu dari bambu yang termakan usia. Maklum fasilitas relatif yang tersedia dan terjangkau disekitar tempat tersebut.
Mengabdikan diri sebagai relawan sosial memang tidak semua orang mampu, apalagi pengabdiaanya bukan pada manusia yang terkadang akan ada balasan dan juga imbalan.
Kegiatan tersebut sehingga mereka disebut pahlawan. Mereka sangat cocok untuk dinobatkan sebagai “pahlawan” bagi para penyu (Tukik) karena mereka yang telah mengabdikan diri sebagai penjaga hewan laut tersebut. Jika mereka manusia yang bisa bicara mungkin akan ribuan ucapan terimakasih diucapkan kepadanya dari hewan yang mulai langka itu.
Ratusan anak penyu yang tangkarkan berhasil dikembang biakkan menjadi tukik-tukik (anak penyu) yang lucu dan menggemaskan. Sejauh ini ada 629 Tukik sudah dilepas liarkan sementara 317 butir telur masih dalam proses menuju pengetasan yang terdiri dua sarang yang berbeda. Berikut detail kegiatan yang tercatat oleh team dilokasi penangkaran selama Mei dan Juni 2017 sebanyak 172 butir telur Penyu ditemukan lalu mereka pindahkan penangkaran. Dalam masa 45 -60 hari kemudian, seluruh telur di tempat penangkaran itu menetas. Tepatnya 15 Mei 2017 menetas sebanyak 80 butir. 12 Juni 2017 menetas 70 butir dan 25 Mei 2017 menetas 20 butir. Jumlah 442 butir. Setelah menetas, 442 Tukik Penyu yang telah menetas itu dilepaskan ke laut.
Tahun berikutnya. Pada 14 Mei 2018 menetas sebanyak 97 butir dan 25 Mei 2018 sebanyak 90 butir. Jumlah 187 butir. Total tukik Penyu yang berhasil menetas lalu dilepaskan ke laut sepanjang 2017 hingga 2018 sebanyak 629 tukik Penyu. Pada tahun ini tepatnya pada 10 Januari 2021 mereka berhasil menemukan 156 butir telur Penyu dan 19 Februari kemarin sebanyak 161 butir dipindahkan ke lokasi penangkaran.
Kelompok ini berharap kegiatan mereka menjadi perhatian dari semua pihak untuk sama-sama bergerak demi kemaslahatan bersma dimasa yang akan datang “saya berharap, apabila ada pihak yang menemukan pendaratan penyu bisa menghubungi saya dan tim yang tergabung dalam kelompok telurnya jangan diambil untuk dikonsumsi,” ucap ketua kelompok masyarakat pengawas.
Sejauh ini belum ada pihak pemerintah daerah atau instansi terkait yang melirik kegiatan mulia ini. Kelompok tersebut berharap kiranya ada tangan-tangan baik bisa memberikan dukungan untuk terus dipupuk kegiatan mulia ini berupa pembekalan yang matang tentang konservasi guna mengedukasi masyarakat sekitar.
Di Indonesia, semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang berarti perdagangan penyu dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dilarang. Menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Komentar