Cunca yang berada didalam hutan Desa Nanga Bere
Cunca Wae Balo |
Cerita pengalaman bersama rekan lainnya sewaktu menjelajah hutan diwilayah Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan.
Rangabalignisarbersuara.blogspot.com Pagi yang cerah tepatnya pada tanggal 1 Agustus 2021. Suara burung dan ayam berkokok diluar rumah seakan
bersahutan menandakan hari sudah pagi. Sebelumnya saya menyempatkan diri untuk
menjalankan ibadah shalat subur berjamah di masjid yang letaknya tak jauh dari
rumah. Setelah melaksanakan shalat mata seakan mengajak untuk kembali pada
kamar kecilku untuk kembali beristirahat. Seakan tak butuh waktu lama, sinar
mentari pagi seakan membangunkanku dari balik jendela.
Ketika sudah bangun langsung menuju meja, diatas meja
sudah tersedia sepiring ubi dan segelas kopi pahit. Untuk diketahui kopi pahit
merupakan sebuah ritual wajib di pagi hari
untuk saya sebelum melangkah ke kegiatan selanjutnya. Sebelum tidur
sudah disampaikan bahwa aka ada agenda ke hutan yang rencana awalnya selama
dua hari dua malam. Namun karena ada hambatan maka perjaalanan dipangkas yaitu
hanya selama sehari semalam saja.
Singkat cerita, pada pukul 09.00 pagi kami
meninggalkan rumah menelusuri padang nan luas, lembah, hingga perbukitan. Akhirnya pada 11.00 pasukan
mulai memasuki area hutan. Kami
membutuhkan waktu satu jam perjalanan dalam hutan untuk mencapai tujuan kami.
Nah, pasti ada yang bertanya ngapain saja ke hutan?
Bagi saya perjalanan ke hutan
selalu membawa misi. Jika
sebelumnya saya memasuki hutan dengan tujuan menyelusuri beberbagai objek
peninggalan dan tempat-tempat sejarah, nah kali ini masuk hutan dengan agenda
lain yaitu menelusuri hutan untuk menangkap sapi liar. Sapi liar tersebut
merupakan sapi yang sebelumnya diternakan oleh Almarhum Kakek dan Ayah saya
kemudian karena mempunyai kesibukan lain sehingga sapi yang semula jinak
menjadi liar. Ada banyak hal membuat kami terbantu (ekonomi) dalam hal beternak
sapi ini. Nah itu sekian dulu.
Setelah memastikan semua perangkap atau jeratan untuk
sapi liar terpasang, kami memutuskan untuk mencari lokasi untuk beristirahat
dimalam hari dan persiapan untuk makan malam.
Setelah sekian lama mencari ditemukan sebuah tebing
yang seakan membentuk gua. Oleh masyarakat menyebutnya liang. Tempat ini
menjadi pilihan untuk kami bermalam. Tempat ini sangat nyaman terlindung daru
hujan dan sengatan sinar matahari. Disekeliling gua ini terdapat pepohonan yang
rimbun karena berada di sekitar pegunungan. Daerah Poco kami menyebutnya.
Cunca Wae Balo |
Kami menyiapkan terpal sebagi alas tidur. Sebagain
sibuk mencari kayu kering untuk memasak air dan nasi. Sebagian lagi
membersihkan daerah sekitar dan memastikan tidak ada yang membahayakan kami
dalam semalam. Dari rumah kami hanya membawa bekal berupa beras, kopi, gula dan
kebutuhan memasak lainnya. Kami mencoba hal baru yaitu survival atau bertahan
hidup dengan bekal seadanya. Survival berasal
dari kata Survive yang berarti suatu perjuangan yang dilakukan
makhluk hidup atau manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
suatu keadaan yang sulit atau darurat. Orang yang
melakukan survival disebut survivor.
Liang kami berlindung |
Survival
adalah sebuah seni beradaptasi dengan lingkungan untuk berusaha tetap hidup
dalam segala macam kondisi keterbatasan. Belakangan ini, teknik bertahan hidup
atau survival menjadi sebuah model rekreasi baru. Selain melatih mental dan
fisik, mereka bisa menikmati alam terbuka.
Jadi, kami melakukan kegiatan (kerja) sambil rekreasi, kira-kira begitu.
Masuk hutan berhari-hari, jauh dari penerangan listrik, tanpa internet, bagi kami adalah bagian dari refreshing. Hijaunya alam, beningnya air sungai dan merdunya kicau burung-burung. Hawa dingin menerpa tubuh.
Hasil kegiatan Ela |
Dari lokasi kami beristirahat terdapat sungai yang
membentang. Jaraknya sangat dekat. Setelah mendekat ternyata terdapat air
terjun atau dalam bahasa lokalnya disebut Cunca. Tingginya diperkirakan hanya
tiga meter, pada lokasi tersebut terdapat genangan air yang membentuk kolam.
Suara air berjatuhan dibalik bebatuan besar menghasilkan suara yang seakan
mengundang kami untuk langsung terjun. Selain mempunyai kolam yang lumayan
dalam bentuk bebatuan disekitar menambah eksotik tempat tersebut.
Berada
di tengah hutan pegunungan,
air terjun atau cunca ini
menawarkan kesegaran air dan hawa sejuk khas pegunungan. Air terjun yang deras
mengalir menyusuri bebatuan yang bertingkat yang membentuk aliran sungai kecil. Perjalanan yang
melelahkan tadi terbayarkan ketika
berada di lokasi tersebut.
Suara gemericik air hingga pemandangan alam yang masih asri dan hijau serta
hawa yang sejuk bisa sekejap menyegarkan pikiran. Larut dalam pemandangan alam
yang masih asri dan natural.
Selain itu, airnya yang jernih
memantulkan bebatuan dari dasar sungai tempat ikan-ikan kecil dan udang tampak berenang kesana
kemari seakan menggoda kami untuk menangkap mereka. Selain cunca yang tiga meter tadi, dari air yang
mengalir membentuk cunca kecil lagi sehingga membentuk tingkatan yang
selanjutnya air akan mengalir di tiwu atau air yang dalam. Setelah mengambil
beberapa gambar kami memutuskan untuk kembali ke camp atau liang tadi menikmati
secangkir kopi.
Malam harinya setelah seruput secangkir kopi dan tombo
atau ganda joak (sejenis standup) sebeberapa teman memutuskan untuk
meninggalkan camp untuk mencari lauk untuk menemani nasi yang sudah masak. Sebagain
lagi untuk tetap berada dicamp. Karena berada dekat dengan sungai mereka
memutuskan untuk mencari ikan, udang tau belut ke sungai. Alhasil, udang dan
beberapa ikan berhasil didapatkan. Kegiatan mencari ikan malam hari dengan
parang atau tombak kami menyebutnya Ela (dibaca biasa).
Untuk lauk paginya mereka mencari ikan kecil untuk
dijadikan umpan. Umpan tersebut dipasang pada kail yang sudah disiapkan
kemudian dilempar kesungai. Untuk mengetahui hasilnya akan dipastikan pagi
hari. Kegiatan ini kami menamakan dengan Pene Wase.
Setelah makan malam tidak lupa akan ritual yaitu seruput
kopi setelah selesai dilanjutkan dengan beristirahat agar tubuh tetap fit
mengingat keesokan harinya akan banyak agenda yang akan dikerjakan. Itulah
sedikit cuplikan perjanan kemarin, terkesan sangat melelahkan namun melahirkan
pengalaman baru. Otak butuh hal-hal baru dan menarik untuk bisa bekerja dengan
optimal.
Potret Cunca Wae Balo |
Perlu
sekali meluangkan waktu minimal keluar rumah sebentar, lalu memandangi langit
dan melihatnya sejenak, kemudian memikirkannya kalau manusia hanyalah bagian
kecil dari semesta yang amat besar ini. Mereflesikan hal ini penting sebagai
buah pikiran peran manusia dalam ekosistem di mana ia tinggal dan menikmati
banyak anugerah yang telah Tuhan berikan, salah satunya ekosistem alam dan
hutan yang saling memberi dan mengasihi satu sama lain. Hutan merupakan salah satu
lingkungan paling ekstrem di planet ini. Tapi, menjelajah hutan sangat
menantang. Aktivitas ini disukai sebagian kalangan terutama pencinta alam. Berpetualangan di hutan
tentu saja memberikan pengalaman menakjubkan dan berkesan. Merasakan diri dekat
dengan alam, menikmati betapa hebatnya ciptaan Tuhan.
Bayangkan,
hutan memberi banyak hal bagi manusia modern seperti obat-obatan, pangan,
harmonisasi makhluk-makhluk yang tinggal di dalamnya, dan menjadi pelindung
manusia dari krisis iklim. Sudah saatnya for-rest supaya semakin
sadar akan peran kita sebagai manusia menjaga ekosistem hutan yang amat penting
bagi keberlangsung manusia itu sendiri di masa depan.
Komentar