Kado kemerdekaan dari kelompok konservasi Desa Nanga Bere untuk lautan indonesia

Tukik dari penangkaran Pokmaswas Bangko Bersatu

Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Gerakan konservasi penyu (Chelonioidea) sejak tahun 2017 hingga hari ini adalah rutinitas keseharian sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Kelompok ini lahir atas inisatif pihak Balai Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu untuk membentuk kelompok konservasi di Nisar, Desa Nanga Bere yang merupakan wiayah TNP Laut Sawu. Pokmaswas ini diketuai bapak Abdul Karim dan beranggotakan 15 orang nelayan  di setiap Kampung, yakni Kampung Bangko, Nanga Tangga dan Wae Raja. Namun sejak terbentuk hanya kelompok masyarakat pengawas wilayah kampung Bangko saja yang aktif bekerja dengan nama kelompok Pokmaswas Bangko Bersatu.

Sejak pembentukan Pokmaswas,  melakukan banyak kegiatan konservasi di kawasan tersebut, misalnya penanaman anakan Bakau (kayu Bangko) dan penangkaran telur penyu. Hal ini mereka lakukan karena sering terjadi aksi pencurian liar telur penyu untuk diperjualbelikan maupun dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil wawancara dan data monitoring diketahui sebelumnya adanya 629 Tukik berhasil dilepasliarkan pada pantai selatan yaitu pada wilayah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu sejak 2017 silam hingga kini.

Tercatat, sejak 2017 hingga 2021 sebanyak ribuan butir telur diselamatkan di tempat penangkaran. Telur itu diperoleh dari beberapa sarang yang didapatkan disekitar Nanga Bangko. Setelah ditangkarkan  45 hingga 60 hari, saatnya telur-telur penyu yang menetas jadi tukik penyu dilepasliarkan kembali ke habitatnya. 

Menjelang hari kemerdekaan Indonesia tepat pada 16 Agustus 2021, sebanyak 43 Tukik berhasil menetas dipenangkaran sederhana yang terbuat dari bambu milik Pokmaswas Bangko Bersatu. Tukik itu menetas dari telur yang diselamatkan pada 26 Juni 2021 lalu di Nanga Bangko. Menetasnya telur-telur tersebut mejadi kado kemerdekan untuk kelompok juga untuk laut indonesia. Sehingga hingga kini sekitar 672 Tukik mentas dari tasil tangkaran keelompok konservasi ini.

Tukik yang dilepasliarkan


Rencannya akan dilakukan kegiatan pelepasan  tukik ke habitatnya dalam waktu dekat yang bisa dimaknai sebagai simbol bahwa kemerdekaan ini milik semua mahluk hidup. Tidak terkecuali tukik, ia perlu mendapatkan kemerdekaan ke alam yang luas hingga menjadi penyu, dan terus berkembang. Hewan ini akan dikenal oleh anak cucu kita. Pelepasan tukik tentu sebagai kegiatan yang unik, dan patut mendapatkan respons positif dari kita sesama anak bangsa. Pelepasan tukik juga sebagai bukti kita memiliki komitmen peduli terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah. Tukik harus dilestarikan sehingga tidak langka.

Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia saat ini. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, telah memasukkan semua jenis penyu tersebut berstatus dilindungi. Artinya, segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati, maupun bagian tubuhnya, dilarang.

Penyu berperan sebagai penyeimbang ekosistem di laut. Ketika mengarungi lautan dengan jarak tempuh yang amat jauh, penyu menyebar nutrisi melalui kotorannya. Kotoran inilah yang menjadi pupuk atau makanan untuk hewan dan tumbuhan laut lainnya. Selain itu beberapa jenis penyu memakan terumbu karang yang tidak sehat. Terumbu karang ini pun akan menjadi sehat kembali sehingga bisa tumbuh menjadi habitat oleh ikan-ikan.

Menurut Badan Konservasi Dunia (IUCN), nyaris semua penyu laut masuk dalam daftar merah spesies yang terancam keberlangsungannya. Istilahnya, Red List of Threatened Species. Apalagi, populasi penyu semakin terkikis. Catatan WWF menyebutkan rusaknya habitat dan tempat penyu bertelur, pencurian telur hingga perdagangan ilegal produk penyu, menjadi tantangan terberat konservasi penyu.
Sementara itu, populasi penyu juga terancam oleh perubahan iklim global. 

Menjaga habitat seperti penyu merupakan bentuk wujud cinta tanah air

Komentar

Postingan Populer