Benda peninggalan leluhur Batu Tado di Desa Nanga Bere

Kepingan Gerabah yang ditemukan

Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Musim liburan tiba, saya memilih pulang kampung untuk berlibur. Berlibur ke kapung halaman mempunyai makna dan nilai tersendiri bagi sebagaian orang termasuk saya. Kampung halaman saya bukan sebuah tempat yang sudah maju seperti daerah lain. Namun, dibalik itu  ada banyak yang bisa kita lakukan dalam segala keterbatasan, seperti dalam libur kali ini mencoba untuk mempelajari sejarah tentang seputar tanah Nisar, Desa Nanga Bere dari para tetua. Selanjutnya  mengunjungi tempat-tempat dalam sejarah tersebut untuk melihat secara langsung serta untuk dilakukan sesi dokumentasi.

Kegiatan mempelajari sejarah tentang tanah kelahiran merupakan sebuah kegiatan liburan yang bermakna dan bermanfaat untuk diri sendiri dan mungkin orang lain suatu saat nanti. Karena sejatinya tujuan kita mengujungi sebuah tempat selain untuk rekreasi juga mempelajari kehidupan masyarakat setempat diantaranya adalah tentang bagaiamana masa lalu tempat tersebut sebelum tempat tersebut seperti sekarang. Maka dari itu, sebelum kita mengetahui banyak hal diluar sana ada baiknya kita juga mengetahui ada yang terjadi disekitar kita.

Salah satu keuntungan bagi saya, dari kegiatan berlibur ke kampung halaman adalah memiliki bank data yang berisikan gambar atau sedikit narasi tentang tanah yang saya tempati. Karena lika liku perjalanan baik perjalanan wisata, religi, maupun berkunjung ke tempat tempat bersejarah, tidak pernah basi untuk diceritakan. Walaupun mungkin saja sudah ada ratusan orang yang menulis judul yang sama, tapi materi atau konten yang disampaikan, belum tentu serupa.

Pelestarian tempat-tempat bersejarah dan melestarikan cerita yang wariskan secara turun temurun memberi orang pandangan sekilas tentang masa lalu. Mengunjungi tempat bersejarah dapat membawa siapa saja kembali ke era sebelumnya. Belajar  bagaimana keadaannya saat itu. Beberapa bahkan akan memiliki atraksi di mana  dapat “mengalami” hidup selama periode waktu tertentu jika apa yang telaah terjadi masi terjaga. Mislanya bagaiamana kehidapan orang dahulu sebelum mengenal tehnologi dan sebagainya.  

Pada 17 Juli 2021 bersama beberapa teman melakukan kegiatan ke tempat-tempat sejarah. Tujuan utama adalah melihat lokasi juga mendokumentasikan tempat berserah yang telah diceritakan oleh para tetua. Lokasi tujuan kami adalah situs Ranga Baling yang terletak sekitar 6 -7 Km dari Kampung Bangko. Ranga Baling merupakan tempat bersejarah bagi Batu Tado. Ranga Baling jika diartikan dalam bahasa yaitu bermuka dua. Ranga Baling sebutan untuk sebuah batu yang diyakini sebagai replika dari nenek moyang Batu Tado. Pada beberapa tahun silam (sekitar tahun1985) ada sekelompok orang orang mencuri benda berserah tersebut. Aksi tersebut  terjadi pada masa dimana banyak orang mencari benda-benda bersejarah untuk diperjualbelikan. Situs Ranga baling hanya hanya menyisakan Wangka, replika istri dan pengawal, akan ada waktunya saya akan ceritakan hal ini.

Namun bukan itu yang akan saya ceritakan kali ini. Saya menceritakan beberapa penemuan yang kami dapatakan dalam perjalanan, yaitu beberapa kepingan gerabah atau dalam bahasa lokal disebut Bungki atau Sempe dibeberapa lokasi. Benda tersebut diyakini sebagai bukti peninggalan para pendahulu (nenek moyang). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gerabah adalah alat-alat dapur (untuk masak-memasak dan sebagainya) yang dibuat dari tanah liat yang kemudian dibakar (misalnya kendi, belanga). Bahan dasar untuk membuat gerabah adalah tanah liat.

Kepingan Gerabah

Awalnya pembuatan gerabah untuk memenuhi kebutuhan alat-alat dapur. Lalu, perkembangan seni kerajinan gerabah meluas dan menghasilkan beraneka macam benda. Dikutip dari Kompas.com, kerajinan gerabah di Indonesia sudah dikenal sejak zaman Neolitikum (zaman prasejarah atau zaman batu baru) sekitar 3000–1100 SM. Gerabah juga dikenal dengan istilah tembikar atau keramik. Teknik pembuatan gerabah pada saat itu sangat terbatas dan sederhana. Proses akhir dari pembuatan gerabah adalah pembakaran suhu rendah menggunakan jerami atau sabut kelapa.

Beberapa fungsi dari tembikar yang sering masyarakat lakukan:

- Sebagai tempat menyimpan air minum (berdimater kecil) yang kami menyebutnya Sempe Wae

- Berfungsi sebagai alat untuk memasak nasi yang kami sebut Lewing Tana

- Berfungsi sebagai alat untuk menyimpan beras atau air (berdiamter besar) kami menyebut Bungki

bentuk lain

Saat ini peran benda-benda gerabah tersebut telah banyak diganti oleh benda-benda lain dari bahan plastik atau seng yang lebih tahan terhadap pecah. Akibatnya penggunaan gerabah secara perlahan mulai ditinggalkan oleh pemakainya. Perajin gerabahpun akhirnya terlihat semakin berkurang dari tahun ke tahun. Perajin yang dulunya pernah membuat benda-benda gerabah sekarang dengan berbagai kendala beralih propesi menekuni pekerjaan lain.

Pada zaman prasejarah para leluhur sudah menggunakan gerabah/tembikar sebagai alat dapur yang dipakai untuk mengisi makanan dan juga sebagai alat sosial dan religius. Kini, gerabah terancam punah dan sudah tak lagi dikenal di kalangan milenial. Gerabah diperkirakan telah ada sejak masa pra sejarah, tepatnya setelah manusia hidup menetap dan mulai bercocok tanam. Situs-situs arkeologi di Indonesia, telah ditemukan banyak tembikar yang berfungsi sebagai perkakas rumah tangga atau keperluan religius seperti upacara dan penguburan.

Menurut beberapa sumber gerabah muncul pertama kali pada waktu suatu bangsa mengalami masa foodgathering (mengumpulkan makanan). Pada masa ini masyarakat hidup secara nomaden, senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam corak hidup seperti itu wadah gerabah dapat digunakan secara efektif karena gerabah merupakan benda yang ringan dan mudah dibawa-bawa. Selain itu gerabah juga merupakan benda yang kuat, paling tidak lebih kuat daripada yang dibuat dari bahan lain, seperti kayu, bambu atau kulit binatang. Perkembangannya bahkan juga penemuannya muncul secara individual di tiap daerah tanpa harus selalu mempengaruhi. Mungkin juga masing-masing bangsa menemukan sendiri sistem pembuatan gerabah tanpa adanya unsur peniruan dari bangsa lain.

Kepingan yang kami temukan dibawah pulang kermah sebagai kenangan, mungkin itu adalah bagian dari sejarah yang sekarang sedang kami dalami. Dari penuturan beberapa masyarakat hingga saat ini diwilayah kami masih ada yang menggunakan Sempe sebgai wadah menyimpan air. Kabarnya rasa air dari dalam Sempe berbeda ketika kita menyimpan dalam Cerek atau wadah lainnya.

"Mengenal sejarah adalah cara terbaik mengenal diri sendiri"

Komentar

Postingan Populer