Nanga Bere desa konservasi penyu di Manggarai Barat telah melepasliarkan ribuan Tukik ke laut
Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Penyu menjadi salah satu satwa air dengan jenis yang sedikit. Tercatat, hanya ada 7 jenis penyu air laut di dunia dan 6 jenis di antaranya dapat ditemukan di perairan Indonesia. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perairan Indonesia menjadi salah satu tempat di dunia yang cocok dijadikan sebagai habitat penyu serta food grounding atau tempat mencari makan bagi penyu.
Berdasarkan konstitusi internasional, semua jenis penyu masuk dalam daftar satwa yang dilindungi serta berada dalam daftar merah satwa yang terancam. Hal serupa juga berlaku di bawah regulasi Indonesia, di mana semua jenis penyu yakni 6 jenis penyu yakni Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Pipih (Natator depressus), Penyu Tempayan (Caretta caretta), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Belimbing (Dermochelis coriaceae) yang dapat ditemukan di perairan Indonesia berada di bawah perlindungan undang-undang.
Peraturan yang melindungi penyu di Indonesia tertuang dalam beberapa kebijakan sebagai payung hukum yaitu Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Meski telah dilindungi oleh peraturan domestik dan internasional, nyatanya keberadaan penyu di lautan terlebih di lautan lepas masih terancam. International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau sebuah organisasi internasional yang bekerja di bidang konservasi alam dan pemanfaatan berkelanjutan dari sumber daya alam, menetapkan status konservasi penyu di dunia.
Status dan jenis penyu di Indonesia |
Dari 6 jenis penyu yang dapat ditemukan di Indonesia, Penyu Sisik adalah jenis penyu yang keberadaannya paling terancam dengan status konservasi “Sangat Terancam Punah” atau “Critically Endangered”. Alasan yang paling mendasari terancamnya keberadaan Penyu Sisik adalah perburuan liar dan menjadi objek perdagangan penyu beserta telurnya.
Sementara itu, Penyu Belimbing yang merupakan jenis penyu terbesar pun tidak memiliki nasib yang lebih baik. World Wild Fund for Nature (WWF) pernah menyatakan bahwa jumlah penyu belimbing betina ada di angka 2.300 ekor. Angka tersebut dapat terus berkurang jika perburuan masih terus berlanjut dan regulasi baik di lingkup domestik maupun internasional tidak direalisasikan secara maksimal.
Perdagangan dan pengambilan telur dan daging penyu jadi salah satu penyebab menurunnya populasi penyu.
Kasus-kasus penyebab menurunnya populasi penyu di dunia dan di Indonesia didominasi oleh perburuan liar dengan incaran jual-beli bagian tubuh penyu untuk berbagai tujuan masih sering terjadi baik secara terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyi. Selain itu, gagal menetasnya telur-telur penyu karena dikonsumsi masyarakat turut memperburuk keadaan ini.
Realita yang ditemukan oleh beberapa penggiat konservasi penyu yakni mudahnya menemukan telur penyu diperdagangkan di pasar tradisional beberapa kota. Pada 2010 lalu, ProFauna Indonesia didukung oleh Humane Society International dan Born Free Foundation melakukan investigasi mulai bulan Mei hingga Agustus 2010.
Fakta yang ditemukan selama investigasi tersebut yakni perdagangan telur penyu masih terjadi secara terbuka di Kalimantan. Harga yang dipatok untuk sebutir telur penyu berada di kisaran Rp1.500 hingga Rp8.000 dengan harga rata-rata Rp3.500 saat itu. Berdasarkan harga tersebut, ProFauna memperkirakan nilai perdagangan telur penyu yang terjadi di kalimantan mencapai Rp4,2 milyar per tahun.
Beralih ke pesisir selatan Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Cilacap pun terjadi hal demikian. Telur penyu jadi objek perdagangan bagi masyarakat. Endog Pasiran merupakan nama yang kerap digunakan untuk menyebut telur penyu oleh masyarakat setempat. Telur-telur penyu dijual seharga Rp2.000 hingga Rp5.000 per butirnya.
Salah satu penggiat konservasi penyu di Sulawesi, yakni Sahabat Penyu Sulawesi Barat turut memaparkan laporan terkait adanya praktik perdagangan telur penyu di salah satu pasar tradisional Kabupaten Majene.
Jika dilakukan penyisiran dan patroli secara intens dan berkala, akan banyak ditemukan kasus jual beli telur penyu beserta bagian tubuh penyu lainnya baik secara terbuka maupun di balik layar. Beberapa kasus di atas merupakan sedikit gambaran bahwa satwa yang semua jenisnya telah dilindungi ini masih terancam keberadaannya.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya konservasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan serta tanggung jawab terhadap keberadaan penyu ini. Selain itu, konservasi secara mandiri oleh masyarakat juga harus dilakukan mengingat lokasi penyu berada justru lebih dekat dengan masyarakat ketimbang dengan kantor pejabat.
Bicara soal upaya konservasi penyu sudah dilakukan oleh masyarakat Kampung Bangko, Desa Nanga Bere sejak 2017 silam. Kelompok masyarakat yang aktif melakukan kegiatan ini yaitu Pokmaswas Bangko Bersatu yang dinahkodai oleh Bapak Abdul Karim. Beliau bersama anggota kelompok mencoba untuk menetaskan telur Penyu yang ditemukan di Pantai Kampung Bangko. Awal usaha menetaskan Telur Penyu dilaksanakan di lokasi penangkaran semi alami yang ada di pantai, dan prosentase keberhasilan menetaskan Telur Penyu sangat bagus, hampir 70an % dari satu sarang yang berjumlah ratusan butir butir telur berhasil menetas. Berangkat dari keberhasilan itu, beliau bersama rekan-rekannya melanjutkan kegiatan tersebut. Kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring sepanjang pantai untuk melihat jejak pendaratan penyu, memindahkan telur dipenangkaran semi alami dan pelepasan Tukik dipantai.
“ Kami mendirikan/melakukan kegiatan Konservasi Penyu ini bertujuan untuk menyelamatkan Penyu yang secara tidak langsung kita bisa membatasi adanya Ubur-ubur yang ada di laut, karena rantai makanan yang ada di laut Penyu itu makanan pokoknya Ubur-ubur, sedangkan Ubur-ubur pemakan bibit-bibit ikan yang ada, secara tidak langsung kita menyelematkan Penyu sekaligus menyelamatkan bibit-bibit ikan di laut, “ terang Abdul Karim Ketua Pokmaswas Bangko Bersatu.
Kendala yang dihadapi tidak semuda tulisan/bacaan yang sedang ada di depan anda saat ini. Kendala datang silih berganti seperti kabinet Indonesia Maju yang selalu melakukan pergantian setiap tahun (jangan terlalu seriuslah). Kendala yang hadapi di lapangan adalah, terbatasnya sumber daya manusia yang peduli akan konservasi, pengetahuan masyarakat tentang manfaat pelestarian penyu dan tidak tersedianya dana operasional kegiatan.
Namun kegiatan ini mendapat perhatian dari masyarakat setempat dengan ikut terlibat dalam kegiatan. Jika menemukan telur dipantai langsung diserahkan ke kelompok untuk diamankan dipenangkaran semi alami.
Beolejongpenyu sebagai pusat pelestarian dan edukasi penyu |
“ jika ada masyarakat yang menemukan telur Penyu pasti disampaikan ke Kelompok Konservasi ini, untuk ditetaskan, awalnya memang sangat sulit sekali karena dilingkup ini termasuk kami dan orang tua kami dulu merupakan pemburu Penyu, tetapi setalah tahu adanya fungsi ataupun keseimbangan rantai makanan yang ada di laut kita berusaha memberikan pengertian kepada teman-teman, “ ungkap Abdul Karim.
Kegiatan ini juga mendapat perhatian sekelompok anak mudah dan berusaha mencari pendanaan untuk menghadirkan fasilitas pendukung kegiatan. Fasilitas tersebut saat ini telah dibangun dari CSR Pertamina Foundation lewat proposal yang di ajukan oleh Kelompok Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK). Fasilitas tersebut digunakan sebagai tempat pelestarian dan edukasi penyu ke masyarakat setempat dengan nama Beo Lejong Penyu (tempat/rumah persinggahan penyu). Hingga kini 1.610 tukik telah dilepasliarkan ke laut Sawu yang merupakan wilayah Kawasan Konservasi Perairan Nasional atau dikenal dengan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.
Pokmaswas Bangko Bersatu dan IPPK berkomitmen untuk mewujudkan Desa Nanga Bere sebagai salah satu daerah percontohan untuk kegiatan pelestarian penyu di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Komentar