Budaya Yang mulai hilang dan dilupakan Oleh Generasi Manggarai


Tikar yang sudah dianyam

Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Menganyam tikar merupakan salah satu kegiatan atau tradisi yang sifatnya turun temurun yang sering dikerjakan oleh perempuan-perempuan sejak zaman sebelum mereka mengenal modernisasi. Bahan utama yang digunakan untuk membuat kerajinan anyam biasanya dibuat dari daun pandan berduri. 

Kegiatan menganyam daun pandan untuk disulap jadi tikar atau kerajinan tangan lainnya sama halnya dengan menenun. Sayang sekali, warisan budaya Indonesia yang satu ini khususnya di Manggarai sudah tergerus oleh perkembangan dengan hadirnya tikar modern. Pada saat ini sudah sangat jarang ditemukan wanita-wanita yang duduk berpangkukan anyaman sembari merakit dan menyilangkan irisan daun pandan.

Akibatnya, harus diakui tikar dari daun pandan sulit didapati di rumah-rumah penduduk. Hal itu terjadi karena beberapa faktor seperti penggunaan tikar yang terbuat dari plastik sudah menjamur di toko. Faktor lainnya, tikar modern harganya bisa lebih murah dan bahkan setara dengan tikar pandan. Selain itu, tikar pandan dianggap kurang menarik karena motifnya yang itu-itu saja, tipis, cepat rusak jika terkena air, maupun cara pembuatannya yang rumit.

Untuk menjadi sebuah tikar atau kerajinan lainnya melalui porses yang sangat panjang. Sejak daun pandan yang dipotong dari pokoknya, membersihkan duri pada daun, disisir sesuai keinginan besar kecilnya, dimasak, didiamkan selama semalam di air, dijemur selama tiga hari untuk mengubah warna hijau menjadi putih karena panas matahari lalu baru bisa dianyam. Semakin lama dijemur maka semakin bagus kualitas daun pandan tersebut. Daun pandan yang sudah kering itu bertambah kuat dan susah rapuh jika intensitas cahayanya mencukupi. Jika ingin tikar bervariasi, bisa saja ditambahkan pewarna.

Proses menganyam daun pandan menjadi tikar utuh juga membutuhkan waktu lama. Proses ini sangat tergantung pada besar kecil tikar yang sedang dianyam. Semakin besar tikar yang ingin dihasilkan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu anyaman. Demikian sebaliknya.

Namun beberapa daerah masih berusaha menjaga warisan itu sebut saja di Desa Nanga Bere, tikar pandan masih dianyam supaya warisan budaya Indonesia tersebut tidak hilang di makan usia bahkan semakin tergilas dengan tikar modern. Dalam bahasa Manggarai (Nisar, Lembor Selatan) kegiatan menganyam tikar disebut Nanang Loce. Mengingat masih pentingnya sehingga sebagian masyarakat masih menyempatkan diri membuat tikar pandan. 

Ada banyak kegunaan dari tikar yang terbuat dari daun pandan tersebut seperti untuk alas ketika tidur pada rumah-rumah sebelum alas tidur modern mulai bermunculan. Kkegunaan lainnya, yaitu Tikar menjadi salah satu perlengkapan dalam proses pernikahan (tradisi) di masyarakat Manggarai. Ketika akan melaksanakan acara pernikahan dilangsungkan ada satu ritual yaitu pihak Iname (pihak peremuan) menyiapkan beberapa item yang disebut bahan yang nantinya diuangkan salah satunya adalah tikar. Terkadang ketika pihak Iname akan berkunjung ke pihak Woe (pihak laki-laki) bentuk buah tangan atau oleh-oleh yaitu sepasang Loce atau Tikar. 

Mengingat kegunaannya hingga saat ini, sehingga sebagian masyarakat masih terus berusaha mempertahankan kegiatan tersebut. Produksi tikar pandan semakin berkurang dari waktu ke waktu. 

Pengalaman ini setidaknya menjadi perhatian semua pihak supaya kembali digalakkan. Lagi pula pembuatan tikar pandan tidak membutuhkan mesin maupun alat bantu lain sehingga mudah dikendalikan komoditinya. Pengayaman tikar pandai hanya membutuhkan keahlian dan pembiasaan. Semakin terbiasa maka semakin rapi tikar yang dihasilkan.

Masa boleh berganti, tetapi sesuatu yang  berharga jangan pernah hilang dari ingatan kita. Hasilnya memang tidak seberapa jika dijual kepada tetangga atau orang yang membutuhkan dikala ada acara adat, tapi ini sudah tradisi leluhur kami dan wajib kami pertahankan. Zaman sekarang sangat sedikit yang menekuni pekerjaan sebagai pembuat tikar dari pandan.

Warisan budaya ini memberikan nilai tambah kepada Indonesia. Menjaga warisan budaya menjadi keharusan bagi setiap generasi. Kita tidak pernah tahu sampai kapan tikar pandan dikenal oleh generasi muda. Kita juga tidak tahu berapa banyak generasi muda yang mampu menganyam tikar pandan dengan baik.

Komentar

Unknown mengatakan…
Menarik sekali kata² na ite..
Syamsul Warid mengatakan…
Mantap kella. Saya punya Ine (ibu) juga bisa ayam tikar. Tapi syg sekali Minat anak perempuannya sekarang sudah bergeser dengan kemajuan, padahal ini warisan budaya kita orang Manggarai yg terus kita jaga. Ijin sher kella��

Postingan Populer