Amba Warloka tempat berlabuhnya hasil bumi darat dan hasil laut juga bertemunya bahasa
Rangablingnisarbersuara.blogsspot.com Labuan Bajo adalah Ibu kota Kabupaten Manggarai Barat yang sekarang dijadikan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu destinasi super prioritas dan belakang dijadikan sebagai destinasi super premium tersohor dengan wisata bahari dan hewan purbakala yaitu Komdo (Varanus Komodoensis).
Warloka, nama ini semestinya tidak lagi asing, karena dalam beberapa tahun belakangan ramai dan sering dikunjungi wisatawan maupun awak media. Berjarak sekitar 30 kilometer ke arah barat daya dari ibu kota kabupaten terdapat sebuah pasar yang unik yakni pasar yang masih menggunakan sistem barter dalam bertransaksi. Perjalanan sekitar satu setengah yang temani dengan keindahan alam yang menyuguhkan pesonanya jika menggunaan kendaraan roda empat. Jika menggunakan perahu menghabiskan 2 jam perjalanan.
Banyak jual beli juga masih menggunakan mata uang rupiah. Tidak semua transaksi dilakukan dengan tukar barang.Jika kita tidak memiliki uang ke pasar ini tidak perlu khawatir, karena di pasar ini setiap orang masih bisa bertukar barang atau yang dikenal dengan “barter”. Pasar yang masih menggunakan sistem barter tersebut terletak di Kampung Warloka, Desa Persiapan Warloka Pesisir Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Penjual hasil laut dari kepulauan berjejer denga ikannya |
Pasar Warloka dulunya dikenal dengan sebutan Amba Warloka merupakan pasar tertua yang ada di bagian barat pulau Flores. Konon, pasar ini dibuka hanya seminggu sekali tepatnya setiap hari Selasa. Para penjual dari daerah pegunungan yang akan melakukan transaksi barter biasanya akan berdatangan ke kampung tersebut satu hari sebelumnya dan biasanya akan bermalam di rumah keluarga. Sedangkan para penjual dari pulau (nelayan) akan berdatangan pada malam hari dan menyempatkan diri untuk memancing pada malam hari pada sekitar perairan pesisir tersebut.
Warloka memiliki kisah tersendiri dari masa ke masa. Pada saat ini jika kita ke pasar akan menyaksikan kendaraan roda dua atau empat berbaris rapi di parkiran. Berbeda dengan pasar yang satu ini, barisan kerbau atau kuda dibawah pohon yang rindang menjadi sebuah pemandangan yang unik.
Karena dulu jika ke Amba Warloka masyarakat menggunakan bantuan tenaga hewan untuk mengangkut hasil bumi, karena jika menggunakan tenaga manusia hanya bisa membawa sedikit sesui kemampuan saja. Seiring perkembangan, kendaran roda dua atau empat mulai digunakan sebagai alat transportasi. Salah satu yang paling familiar adalah Oto Kol (mobil yang di modifikasi untuk kebutuhan mengangkut orang dan barang) menjadi penggantinya.
Para penjual dan pembeli dari pulau menggunakan perahu yang akan mengisi kiri kanan dermaga kayu yang ada pada kampung nelayan tersebut.
Barang yang diperdagangkan di pasar ini umumnya hasil bumi dan hasil laut. Beras, Sayur, ubi, pisang, sirih dan pinang merupakan hasil kebun dari para petani dari daerah pegunungan. Sedangkan ikan aneka jenis, baik ikan kering maupun ikan segar hasil jerih lelah para nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Komodo.
Barang bawaan tersebut akan menjadi saksi transaksi tukar menukar barang dengan kesepakatan, seperti sayur ditukar dengan ikan, dan sebaliknya. Inilah yang menjadi keunikan transaksi di pasar ini. Karena sulit untuk mengetahui siapa lagi yang untung dan yang rugi.
Selain bertemunya hasil bumi pegunungan dan laut, tempat ini menjadi tempat berlabuhnya berbagai bahasa yang ada seperti bahasa Manggarai, Bima, Bajo dan Bahasa Indonesia . Para penjual akan bertukar kabar dan akan mendengarkan proses menawar dengan dialek dan bahasa yang berbeda. Bahkan untuk terjadinya proses barter bahasa isyarat bukan hal baru dilakukan.
Kegiatan pada pasar ini mulai ramai dikunjungi masyarakat tatkala semburan sinar matahari dari ufuk timur perlahan mengusir kegelapan malam menjadi pagi yang cerah. Sekitar pukul 06.00 pagi waktu setempat, pengunjung pun sudah berjejal. Kegiatan jual beli atau barter tidak berlangsung lama, sekitar jam 09.00 masyarakat mulai meninggalkan tempat tersebut dan mengakhiri proses transaksi karena sinar matahari mulai terasa panas. Karena tempat proses transaksi ini berlangsung di tanah yang lapang.
Masyarakat yang dipesisir kembali membawa barang hasil barter dengan menggunakan kapalnya, dan yang bagi masyarakat yang tinggal di pegunungan kembali dengan berjalan kaki atau menggunakan Oto Kol.
Komentar