Keberadaan Komodo diluar TNK Pemerintah dan Otoritas Terkait Cuci Tangan (kasus di Desa Nanga Bere Kec Lembor Selatan)
Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Salah satu satwa khas Indonesia, Varanus komodoensis atau yang kita kenal dengan komodo atau masyarakat menyebutnya Ora ternyata memiliki penyebaran yang lebih luas di sekitar Nusa Tenggara Timur dalam artian tidak hanya ada di pulau komodo. Hal ini, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Burung Indonesia dan Komodo Survival Program (KSP) tidak hanya terdapat di Taman Nasional Komodo.
Namun keberadaan hewan langka juga purba ini diluar wilayah Taman Nasional Komodo (TNK) tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maupun otoritas terkait untuk upaya perlindungan. Padahal keberadaan satwa ini telah mendatangkan keuntungan yang begitu besar untuk pembangunan di NTT lewat wisatawan yang datang menjumpai Komodo.
Terbaru survei yang dilakukan di Golo Mori, Kecamatan Komodo, dan di Tanjung Kerita Mese, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Manggarai Barat menjumpai keberadaan Komodo. Survey yang digelar mulai bulan Juni hingga September 2013 ini, berhasil menyimpulkan keberadaan komodo di dua lokasi tersebut. Kawasan Mbeliling dalam hal ini Tanjung Kerita Mese merupakan habitat bagi spesies Komodo dan tempat migrasi beberapa burung endemik Flores seperti Gagak Flores, Kehicap Flores, Serindit Flores dan Kakatua Jambul Kuning.
Hasil survey tersebut adalah bukti kuat keberadaan hewan langka tersebut di Desa Nanga Bere. Sejak dulu keberadaan komodo menjadi teka teki bagi masyarakat luar Nisar, Nanga Bere. Bahkan ketika penulis mewawancarai beberapa tetua adat disana, mereka menyampaikan bahwa keberadaan Ora Mese atau komodo denga ukuran besar masih sering diceritakan oleh masyarakat setempat ketika balik berburu. Bahkan salah satu warga menuturkan bahwa pernah melihat jejak komodo di Teluk Tekaka (Lo'ok) diperkirakan panjang 6 meter.
Selain ditempat tersebut, cerita keberadaan komodo Atau Ora bukan cerita baru masyarakat disana. Namun cerita keberadaannya dibeberapa tempat lainnnya belum bisa dibuktikan dengan gambar atau video.
Peta bentang alam Mbeliling yang didalamnya ada Tanjung Kerita Mese, Desa Nanga Bere Kec Lembor selatan |
Pada beberapa bulan lalu Komodo Survival Program kembali melakukan kegiatan survei dibeberapa tempat yang berbeda dengan lokasi sebelumnya namun masih dalam wilayah Desa Nanga Bere Kec Lembor selatan. Pada beberapa kegiatan survei yang dilakukan oleh pihak dan otoritas terkait belum banyak melibatkan masyarakat setempat.
Pada hakekatnya, jangan pernah dikesampingkan yang menjadi budaya lokal dan menjadikan masyarakat lokal sebagai juru kunci keberhasilan kegiatan tersebut. Masyarakat setempatlah yang mengatahui kondisi dan situasi tempat tersebut. Teori tak selamanya bisa diselaraskan dengan praktik.
Kegiatan survei keberadaan Ora bukan kali ini saja, sebelumnya warga menceritakan bahwa pada tahun 1980an pernah ada peneliti yang datang dari luar negeri. Mereka membawa sebuah perangkap yang sudah dirancang dengan ukuran yang sangat besar. Diluar dugaan para peneliti, ternyata komodo yang masuk jeratan berukuran besar dan menyebabkan perangkap tersebut rusak. Jadi disimpulkan bahwa Komodo yang berada di Pantai Selatan Manggarai Barat ini mempunyai ukuran yang sama dengan yang ada dalam kawasan TNK atau bahkan lebih besar (berasumsi).
Masyarakat setempat masih percaya bahwa Ora Mese (Komodo besar) yang mereka ceritakan masih ada di alam Nisar, Nanga Bere namun untuk bisa melihatnya butuh ritual-ritual tertentu, karena tidak semua orang bisa melihatnya setiap waktu.
Satu catat kritis bahwa Tanjung Kerita Mese yang masuk dalam bentangan Hutan Mbeliling mengalami tekanan dan ancaman dari waktu ke waktu. Prktek-praktek pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat yang tidak berkelanjutan. Sebut saja daerah Lo’ok yang sudah dikelola oleh masyarakat lokal sebagai lahan pertanian.
Tekanan dan ancaman yang nyata bagi keberlanjutan sumberdaya alam adalah penebangan hutan secara ilegal, pembakaran padang, perburuan satwa yang dilindungi. Ancaman yang tak kalah gentingnya adalah maraknya penjualan tanah dari masyarakat lokal kepada investor asing. Beberapa lokasi startegis dan penting untuk perlidungan keragaman hayati juga dalam bayangan akan menjadi milik investor.
Terhadap kondisi ini komitmen warga juga terbelah, ada yang mendukung penjualan tanah dan ada yang tidak mendukung dengan dalih penjualan tanah akan memberikan hak pengelolaan sumberdaya kepada pihak luar sehingga masyarakat setempat pada akhir tidak memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam yang mendukung kehidupannya sehari-hari.
Harapan saya dan Masyarakat Nisar, Nanga Bere kembangkan potensi alam yang kami miliki. Sehingga wisatawan tidak hanya datang ke Flores untuk melihat Labuan Bajo (Taman Nasional Komodo) dan sekitarnya. Daerah Selatan Manggarai Barat ini juga wajib dikunjungi karena banyak menyimpan kekayaan alam yang layak dikunjungi. Dengan mengembangkan potensi yang ada dapat membangkitkan perekonomian masyarakat dan kue pariwisata bisa dicicipi oleh masyarakat pelosok.
Sebut saja Kampung Bangko, salah satu anak kampung dalam Desa kami sedang menggalakan kegiatan pelestarian penyu yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu dan Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK). Ribuan Tukik (anak penyu) telah dilepasliarkan ke laut, kegiatan ini tentunya akan menjadi salah satu Atraksi wisata. Kembali lagi akses menuju lokasi menjadi salah satu tantangan yang perlu diatasi untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Komentar