Pengalaman pertama mendaki dan menaklukkan Gunung berapi aktif di daratan Flores
Rangabalingnisarbersuara.blogspot.com Pengalaman kali pertama saya menikmati pemandangan sunrise di atas gunung adalah saat di Gunung Iya, Ende tepatnya tahun lalu pada bulan September 2020.
Ya, Gunung Iya merupakan gunung alam pertama yang saya daki setelah 23 tahun hidup di dunia yang fana ini. Bersama 6 rekan, disinilah keseruan pendakian gunung pertama saya dimulai. Untuk diketahui, Gunung Iya merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian 637 mdpl yang terletak di Kabupaten Ende.
Mari memulai ceritanya. Dalam sebuah kegiatan sehingga membuat diriku berada di kota dimana Bung Karno diasingkan oleh para penjajah dulu. Tau kan? Ya, benar Kota Ende. Singkat cerita, setelah makan malam dan kegiatan lainnya, kami kembali ke kamar masing-masing. Disela kesibukan masing-masing handphone tiba-tiba berdering memecah keheningan dalam ruangan kami. Bertanda ada pesan masuk, seperti malam sebelumnya bahwa akan di rilis jadwal untuk kegiatan dihari selanjutnya. Namun, message (pesan) malam ini berbeda yaitu isinya mengatakan bahwa akan diadakan kegiatan mendaki gunung. Bukan gunung biasa yaitu gunung berapi aktif.
Perasaan senang dan bimbang seperti sedang berpetualang dalam sanubari. Ternyata ini bukan hanya saya yang mengalami beberapa rekan ternyata merasakan hal yang sama. Mendaki adalah sebuah kegiatan yang baru bahkan belum pernah kami dilakukan sebelumnya, menjadi sebuah tantangan baru dan sayang untuk dilewati. Nah, informasi ini seperti menjadi salah satu "hadiah" buat kami oleh ketua team kegiatan. Kegiatan ini sebelumnya tidak pernah kami bayangkan karena belum pernah diinformasikan. Padahal sebelumnya, beliau sudah melakukan komunikasi dengan salah satu pemuda disana yaitu Bang Fatur interpreter di rumah pengasingan Bung Karno sekaligus sering menjadi pemandu dalam kegiatan pendakian ke gunung tersebut bersama salah satu temannya Bang Aagim. Merekalah yang nantinya menjadi pemandu kami. Karena adanya informasi ini kami sempat berdiskusi bagaimana persiapan baik Itu fisik atau bekal dalam perjalanan nantinya. Setelah semua beres, diinformasikan jadwal memulainya petualangan seru dan menyeramkan ini. Sehingga untuk memaksimalkan tenaga kami memutuskan untuk segera beristirahat.
Cuaca gunung sedang dingin-dinginnnya, berjalan kaki sepagi mungkin adalah cara terbaik menghangatkan badan. Tepatnya pada pukul 03.45 kami berangkat dari hotel menuju titik awal pendakian. Awal pendakian kami menelusuri jalan yang dilalui oleh mobil dumtrack untuk mengambil pasir di tempat penambangan pasir di wilayah tersebut. Jalan berdebu menjadi sebuah hambatan. Pada kiri kanan badan jalan ada beberapa titik yang menjadi tempat tumpukan sampah juga asap pembakaran sampah yang tentunya menjadi sebuah permaslahan, yang seharusnya kita mendapatkan udara yang segar dan sehat justru mendapatkan udara yang tidak sehat akibat pembakaran sampah tersebut. Kejadian seperti ini tentunya memberikan kesan yang kurang baik bagi pengunjung yang melakukan pendakian.
Akibat perubahan kondisi jalan karena adanya penambangan pasir menyulitkan kami untuk mendapatkan jalur menuju puncak. Pemandu kami mengalami kendala untuk menemukan jalur pendakian yang sesungguhnya. Dari satu tempat ke tempat lain tentunya membuat kami kelelahan, semnatara waktu terus berproses. Karena berpacu dengan waktu hingga kami memutuskan untuk membuat jalur pendakian sendiri membelah alang-alang kering sambil mencari jalur yang sesungguhnya. Kami melewati jalur yang sedikit ekstrem bagi kami seorang pemula juga orang baru.
Awal kami menelusuri jalur baru tersebut tiba-tiba dari puncak terdengar suara gemuruh bertanda bahwa akan ada hujan. Kejadian tersebut sempat membuat saya ragu untuk melangkahkan kaki., ditambah lagi gunung ini masih aktif sehingga membuat pikiran tidak karuan. Tiba-tiba teringat pesan para pendaki profesional yang mengatakan bahwa pendaki yang berhasil itu bukan pendaki yang berhasil sampai di puncak gunung, tapi pendaki yang baik adalah pendaki yang kembali ke rumah dengan selamat. Namun melihat teman-teman masih semangat untuk melangkah sehingga sayapun ikut bersemangat.
Nah disinilah sial menyapa saya. Karena ke-sok-tahuan saya, ternyata salah menggunakan kostum. Saya menggunakan sandal (sandal gunung abal-abal) semantara rekan lain menggunakan sepatu. Menggunakan sandal saat mendaki tergolong kurang cocok, apalagi kita belum memahami kondisi medan yang dilalui. Alhasil ditengah perjalanan sandal yang digunakan berpamitan dengan kaki saya (putus). Akhirnya, saya hanya menggunakan satu sandal dan satunya disisipkan pada saku tas. Perjalanan masih jauh dan tergolong menguras tenaga yang sangat banyak dan berbahaya karena melalui bebatuan dan kerikil yang tentunya membuat telapak kaki seakan berjalan diatas beling. Sehingga pada akhirnya saya menemukan seutas tali yang nantinya digunakan untuk memperbaiki sandal yang rusak (tali darurat).
Setelah sekian lama kami menelusuri dan membelah ilalang kering, hingga pada akhirnya kami menemukan jalur pendakian sesungguhnya. Karena kami membuat jalur sendiri tentunya memakan waktu yang lama. Pemandu mengatakan bahwa, jika melalui jalur sesungguhnya hanya membutuhkan waktu -+2-2,5 jam saja).
Ketika akan sampai di puncak, gelap berganti terang. Sang mentari pagi sudah menyapa dari kejauhan dengan sinarnya. Beberapa saat kemudian, hal yang ditunggu telah tiba, kami sudah berada di puncak Gunung Iya Ende. Pemandangan yang spektakuler. Dari puncak gunung kita bisa melihat kota Ende dan sekitarnya. Pemandangan yang susah untuk dirangkai dengan kata-kata. Rasa lelah dan letih terbayarkan. Menikmati mentari pagi atas gunung itu adalah pengalaman yang tak terlupakan, apalagi ini pertama dalam hidup.
Setelah beristirahat, kami memutuskan untuk melihat kawah Gunung Iya dengan mencari spot yang baik dan aman tentunya, untuk bisa diabadikan dalam sebuah gambar. Ketika berada disamping kawah, serasa gunung berapi itu indah padahal sebenarnya dibalik itu ada sebuah bencana besar yang tersimpan. Sambil menikmati suasana berada dipuncak kami menikmati cemilan yang kami bawah. Asap masih aktif keluar dan aroma belerang dari kawah gunung yang terletak di semenanjung selatan kota Ende tersebut.
Setelah menikmati keindahan panorama alamnya yang indah, kami memutuskan untuk kembali. Nah jalur pendakian yang dilalui untuk ke puncak termasuk kategori sedang (hasil review para pendaki sebelumnya) karena sedikit menanjak dengan jalur pendakian yang banyak terdapat bebatuan kecil yang tentunya harus ekstra hati-hati.
Dapat saya katakan bahwa Flores adalah sebuah daerah yang kaya akan alamnya, jikalau dilihat dari sudut pandang sektor pariwisata. Gunung berapi adalah adalah aset yang jika dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan yang besar buat masyarakat dan daerah kita. Bisa dilihat di daerah lain gunung adalah salah satu tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan terutama kaum milenial. Daratan Flores sendiri ini peluang untuk dikembangkan mengingat ada beberapa gunung berapi aktif dan tidak aktif dengan ketinggian tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk menarik wisatawan, tinggal bagaiamana kesiapan kita terutama fasilitas penunjangnya.
Komentar